Oleh : Drs. Haris D. Nugroho, M.Si.
Pemerintah
Batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka telah ditetapkan oleh kedua negara dengan melakukan perjanjian batas landas kontinen yang ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969, perjanjian ini masih berdasarkan ketentuan – ketentuan hasil konferensi Hukum Laut PBB I tahun 1958, dimana hasil konferensi ini masih belum memuat ketentuan tentang batas zona ekonomi. Sebagai implementasi lahirnya UNCLOS’82 ,
Batas ZEE dengan Malaysia di Selat Malaka sampai saat ini belum pernah dirundingkan dan diperjanjikan sehingga
Dengan penetapan batas ZEE yang baru tentunya Indonesia akan diuntungkan, karena garis batas ZEE Indonesia dengan Malaysia akan berada di sebelah kanan garis batas landas kontinen atau mengarah ke pantai Malaysia . Keuntungan lain yang diperoleh Indonesia dengan adanya garis batas ZEE baru adalah wilayah perairan Indonesia akan bertambah luas dan dengan sendirinya akan diperoleh keuntungan secara ekonomi karena sumberdaya perikanan di daerah tersebut sangat melimpah. Sedangkan keuntungan politis yang diperoleh pemerintah Indonesia adalah, hasil exercise penetapan garis batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen teknis dalam perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan apabila hasil penetapan dipakai sebagai klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di Selat Malaka maka dapat dipakai sebagai batas operasional kapal – kapal TNI AL dalam penegakkan hak berdaulat NKRI di Selat Malaka.
Perjanjian batas landas kontinen Indonesia dengan Malaysia di perairan Selat Malaka tahun 1969 , secara teknis dan yuridis sangat merugikan Indonesia . Indonesia sebagai negara kepulauan, dalam penetapan batas tersebut menggunakan titik – titik dasar dan garis dasar pada air rendah (kontur nol) di pantai Timur Sumatera seperti tercantum dalam UU. No : 4 / Prp. Tahun 1960, sedangkan Malaysia menarik garis dasar dari Pulau Jarak ke Pulau Perak sejauh 123 NM ( < style=""> ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam UNCLOS’ 82 dimana pada Pasal 47 ayat (2) hanya membolehkan maksimal 100 NM. Disamping itu sebagai negara pantai (coastal state) Malaysia seharusnya menarik garis dasar dari main island bukan dari Pulau Jarak ke Pulau Perak yang sangat jauh dari pantai, hal ini menyebabkan penetapan batas landas kontinen hasil perundingan tahun 1969 sangat merugikan Indonesia karena garis batasnya cenderung masuk ke arah pantai Indonesia . Peta perjanjian landas kontinen Indonesia dengan Malaysia tahun 1969, lihat gambar 1.
Berdasarkan kondisi di atas maka, Indonesia tentunya harus melakukan revisi atau mengkaji ulang hasil perjanjian landas kontinen tahun 1969. Kondisi geografis pantai Indonesia dan pantai Malaysia di perairan Selat Malaka yang saling berhadapan maka , berdasarkan ketentuan Pasal 74 UNCLOS’82 dan Point 6. Bilateral Boundaries TALOS Sp. No. 51 1993 penetapan garis batas ZEE dapat direkonstruksi menggunakan metode garis tengah (median line) untuk mencapai pemecahan yang adil .
Rekonstruksi penetapan garis batas ZEE pada wilayah yang berhadapan di Selat Malaka antara Indonesia dengan Malaysia, dilakukan dengan menggunakan software Map Info dari sources peta laut digital no. 353 dan peta laut lain di wilayah tersebut untuk menjaga akurasinya dilakukan juga pengecekan secara kartografis di peta - peta laut tersebut. Hasil penetapan batas ZEE Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka yaitu garis batas ZEE yang menghubungkan koordinat titik batas (TB) yang berada paling Utara hingga titik batas (TB) yang berada di sebelah Selatan.
Garis batas ZEE yang dihasilkan dari penetapan di atas mempunyai cakupan perairan yang lebih luas dibandingkan cakupan perairan hasil perjanjian batas landas kontinen tahun 1969. Apabila konsep penetapan batas ZEE di Selat Malaka dihitung luasnya mulai dari garis dasar (baseline) sampai ke garis batas ZEE , maka Indonesia memperoleh cakupan perairan sebesar 36.700 km2 , lihat pada gambar 2 .
Sedangkan perhitungan luas batas landas kontinen berdasarkan perjanjian tahun 1969 Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, mulai dari garis dasar (baseline) sampai garis batas landas kontinen diperoleh cakupan perairan sebesar 22.670 km2 , lihat pada gambar 3 .
Apabila dilakukan perhitungan untuk memperoleh selisih antara , luas perairan batas landas kontinen perjanjian tahun 1969 dengan luas perairan penetapan batas ZEE hasil rekonstruksi , maka diperoleh hasil sebagai berikut : (36.700 - 22.670) km2 = 14. 030 km2 ~ 7.576 NM2 .
Asumsi perundingan Indonesia dengan Malaysia menyetujui konsep penetapan batas ZEE di Selat Malaka di atas maka, bangsa Indonesia akan mendapat keuntungan tambahan perairan yang mempunyai hak berdaulat sebesar 14. 030 km2 atau 7.576 NM 2 .
[1] Mauna Broer, Hukum Internasional, PT. Alumni, Bandung, 2003, hal. 272-273.
[2] Agusman Damos, Perspektif Penyelesaian Perjanjian Batas Maritim Antara Indonesia Dengan Negara Tetangga, Deplu, Jakarta, 2005, hal.4.
[3] Dishidros TNI AL , Pointers Bata Maritim RI - Malaysia, Dishidros TNI AL , Jakarta, 2004, hal 1.
1 komentar:
Ass.wr.wb, Bapak. Mhn dapatnya ditambahkan penggambaran posisi batas maritim Indonesia di atas peta laut, sebagai ilustrasi yang jelas bagi pembaca. Terima kasih.
Posting Komentar