BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Minggu, 07 Desember 2008

Menghitung Nilai Ekonomi Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut Akibat Penambangan Pasir Laut di Kep. Riau

*) Oleh : Drs. Haris Djoko Nugroho

1. Pendahuluan

Pengelolaan ekosistem pesisir dan laut yang berkelanjutan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan kesejahteraan masyarakat belum dilakukan secara efektif, sehingga di beberapa wilayah pesisir sudah mulai muncul fenomena pemanfaatan yang bersifat sektoral, exploitative dan melampaui daya dukung lingkungannya. Dampak pemanfaatan tersebut mulai muncul, khususnya terlihat pada laju kerusakan fisik lingkungan pesisir yang semakin meningkat.

Masalah penambangan dan ekspor pasir laut di kepulauan Riau ke Singapura akhir-akhir ini banyak diberitakan media masa dan dibicarakan oleh masyarakat luas , apalagi setelah tertangkapnya bebarapa kapal keruk pasir oleh kapal perang TNI AL dan Bae Cukai beberapa waktu yang lalu. Maraknya penambangan dan ekspor pasir laut dipicu dengan adanya kegiatan reklamasi di pesisir Singapura yang mencapai 160 –180 km2 dengan volume kebutuhan pasir mencapai 1.815 juta m3 (Makarim, 2002) .

Menghitung atau valuasi nilai ekonomi kerusakan di kawasan pesisir dan laut merupakan pekerjaan yang tidak mudah, apabila data dan waktu yang ada terbatas. Walaupun banyak alternatif metode yang dapat digunakan, namun ke dua hal tersebut tetap merupakan kendala oleh karena itu tulisan ini merupakan estimasi berdasarkan sejumlah asumsi namun hasilnya dapat mendekati kerusakan yang sesungguhnya dan cukup untuk menggambarkan betapa mahalnya nilai lingkungan tersebut.

2. Valuasi Ekonomi Kawasan Pesisir dan Laut

Valuasi ekonomi lingkungan pesisir dan laut merupakan upaya kuantifikasi sumberdaya yang terdapat di dalam pesisir dan laut dan jika diukur dari terminaloginya merupakan kesediaan untuk membayar atau willingness to pay untuk mendapatkan sumberdaya pada lingkungan tersebut, dengan demikian sasaran dari valuasi ekonomi lingkungan pesisir dan laut adalah ditujukan terhadap nilai ekonomi pasir laut dan nilai ekonomi ekologi yang ada di sekitarnya .

a. Identifikasi Manfaat, Nilai manfaat atau nilai kegunaan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : (1). Nilai manfaat langsung Direct use value (DUV) artinya, output (barang dan jasa) yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam yang secara langsung dapat dimanfaatkan ; (2). Nilai manfaat tidak langsung Indirect use value (IUV) artinya, barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat di ambil dari sumberdaya alam tersebut. (Kusumastanto, 2000).

Dengan mengikuti dasar identifikasi nilai manfaat di atas, maka penilaian manfaat langsung lingkungan pesisir dan laut, Kepulauan Riau terdiri dari : nilai ekosisitem mangrove, nilai ekosistem terumbu karang, dan nilai ekosisitem padang lamun (sea grass). Sedangkan manfaat tidak langsung ditujukan pada nilai lingkungan pesisir dan laut antara lain : pilihan (biodiversity), nilai keberadaan (existence value) , penelitian, nilai fisik (pelindung pantai) dan nilai pariwisata .

1) Manfaat Mangrove, Berdasarkan hasil survei PKSPL- IPB tahun 1998 dan dari monografi propinsi Riau tahun 1997, diketahui bahwa di wilayah pesisir di Kepulaun Riau terdapat hutan mangrove sekitar 26.502,26 Ha atau 6,49 % luas hutan mangrove Indonesia.. Dilihat dari nilai kapitalisasi pasarnya, kayu mangrove merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Dengan asumsi 1 h ekosistem hutan mangrove mampu menghasilkan sekitar 18 m3 kayu/ha/th. (Al-Rasyid, 1989), dengan harga US$ 50,00/ m3 (Ruitenbeek, 1991) bila asumsi nilai tukar 1 US$ Rp. 9.000, maka nilai kapitalisasi manfaat kayu mangrove di lokasi tersebut adalah Rp. 8.100.000,-/ha/th.

Nilai fungsi hutan mangrove yang berasosiasi dengan keberadaan sumberdaya perikanan didekati dengan jumlah hasil tangkapan ikan di sekitar hutan mangrove tersebut. Menurut data Dinas Perikanan Propinsi Riau dan dari pelaku pasar diperoleh hasil tangkapan 0,885 ton/ha/th. dengan harga sebesar US$ 1.163,04 per ton (Gellwyn dan Dahuri, 1999) maka nilainya sebesar Rp 9.263.613,60 /ha/th.

Selain berdasarkan atas hasil tangkapan ikan, hutan mangrove sebagai habitat hewan liar (burung dan reptil) juga memiliki nilai yang harus diperhitungkan berdasarkan atas hasil tangkapan dan nilai pasar. Berdasarkan penelitian oleh PKSPL-IPB tahun 1998 di hutan mangrove kepulauan Riau, ditemukan 18 spesies burung dan 5 spesies reptil. Sementara dari hasil penelitian Ruitenbeek, 1991 nilai burung adalah US$ 0.12/ha/sp/th. dan nilai reptil US$ 0.73 ha/sp/th., maka diperoleh nilai fungsi ekosisitem untuk mangrove sebagai habitat wildlife , yaitu Rp. 19.440,-/ha/th dan Rp. 32.850,-/ha/th, sehingga total nilai manfaat untuk burung dan reptil sebesar Rp. 52.290,-/ha/th. Untuk nilai manfaat dari nener dan benur, berdasarkan nilai pasar dan pelaku pasar adalah Rp. 569.171,42,- ha/th. Nilai manfaat langsung seluruhnya Rp. 17.985.075,02,- ha/th.

Nilai manfaat tidak langsung seluruhnya Rp. 29.318.940,00,- ha/th., berupa nilai fisik sebagai pelindung pantai dihitung berdasarkan atas hasil studi (Dahuri, 1995) yaitu sebesar US$ 726,26 ha/th. jika nilai tukar 1 US$ Rp. 9.000,- diperoleh sebesar Rp. 6.536.340,-/ha/th, dengan asumsi nilai konstan/th. sementara berdasarkan hasil studi (Ruitenbeek, 1991) nilai pilihan (biodiversity) adalah US$ 15,00 ha/th sehingga nilainya sebesar Rp 135.000,-/ha/th dan nilai keberadaan (existence value) adalah US$ 2.516,40 ha/th setara dengan nilai Rp. 22.647.600,-/ha/th

2) Manfaat Terumbu karang, Terumbu karang di kepulauan Riau, terbentang di paparan dangkal hampir di semua pulau dan mempunyai tipe berupa karang tepi (fringing reef). Manfaat langsung dari terumbu karang dihitung dari hasil tangkapan perikanan yaitu : ikan karang, udang dan moluska, Dengan total luasan terumbu karang yang ada di wilayah kepulauan Riau 23.200,14 ha dan dengan asumsi yang diperoleh dari hasil perhitungan bahwa nilai tangkapan ikan sebesar US$ 103.575.720 atau setara Rp. 932.181.480,-, maka dapat diperoleh nilai tangkapan perikanan di kawasan terumbu karang kepulauan Riau adalah sebesar US$ 4.464,44 ha/th. atau Rp. 40.179.960,00,-ha/th , (PKSPL-IPB, 1998).

Hasil estimasi manfaat tidak langsung sebesar Rp. 239.244.305,70,- ha/th. karena keterbatasan data dihitung atas dasar manfaat terumbu karang sebagai objek penelitian dan pariwisata dihitung berdasarkan hasil studi Husni, dkk (2001) yaitu sebesar rata-rata Rp. 383.759,69 /ha/th. Manfaat sebagai penahan abrasi pantai didekati dari pembangunan pemecah gelombang (break water) apabila tidak ada ekosistem terumbu karang. Biaya pembangunan fasilitas break water ini diperkirakan sebesar Rp.232.001.400,-ha/th ( PT. Diagram, 1994 dalam Husni, dkk., (2001). Nilai Keberadaan (existance value) Pada dasarnya nilai keberadaan adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan ( Fauzi, 1999). Nilai ini didekati dengan melihat kemauan masyarakat untuk membayar (Willingness To Pay) seberapa besar nilai agar tetap terpeliharanya sumberdaya tersebut. Besarnya tergantung pada kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yaitu Rp. 6.391.146 / ha/th.

Manfaat pilihan terumbu karang kepulauan Riau di didekati dengan menggunakan nilai manfaat dari keanekaragaman hayati (biodiversity). Menurut White dan Trinidad (1998) dalam Husni, dkk (2001), memberikan nilai biodiversity dari ekosistem terumbu karang sebesar US $ US $ 52 / ha / tahun, jika 1 US$ Rp. 9.000,- maka berjumlah Rp. 468.000 / ha / tahun.

3) Padang Lamun (sea grass), Ekosistem padang lamun memiliki peranan cukup penting dari sisi ekologis, yaitu berperan sebagai pelindung atau tempat kehidupan berbagai organisme di peraiaran pesisir (Fauzi, 1999 ; Tomascik et. al., 1977 dan Kusumastanto,1999). Ekosistem padang lamun (sea grass) hidup menyebar pada subtrat pasir berlumpur di perairan kepulauan Riau .

Manfaat langsung yang dapat diambil dari padang lamun sementara baru nilai fungsinya sebagai habitat hidup berbagai macam ikan (PKSPL-IPB, 1998), walaupun sudah dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayuran namun belum dapat dihitung nilainya karena tidak ada data pemanfaatan maupun nilai produksinya. Nilai manfaat langsung yang diambil dari nilai perikanan diwakili oleh komoditas udang dan ikan sebesar US$ 56.419.620 bila luas total padang lamun di kepulauan Riau adalah 14.620,6 ha , maka diperoleh nilai padang lamun sebesar US$ 3.858,91 ha/th atau kedalam nilai rupiah berjumlah Rp. 34.730.214,90 /ha/th. (PKSPL-IPB, 1998).

Selain itu, diperoleh juga nilai tidak langsung sebesar Rp.31.499.575,00,-ha/th., yang berasal dari nilai cadangan biodiversity dan nilai sebagai pencegah erosi dengan nilai masing-masing sebesar US$ 15 ha/th atau berjumlah Rp. 135.000 /ha/th. dan US$ 34.871,75 ha/th atau setara Rp. 31.364.575,0 /ha/th. (Ruitenbeek, 1991 dan Kusumastanto, 1998).

b. Nilai Ekonomi Total , Berdasarkan pengidentifikasian seluruh nilai manfaat (Use Value) dari nilai manfaat langsung Direct use value (DUV) dan nilai manfaat tidak langsung Indirect use value (IUV) maka Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) yang diperoleh dari pemanfaatan lingkungan pesisir dan laut di kepulauan Riau, sebesar Rp. 392.958.070,60,- ha/th lihat tabel di bawah :

Tabel 1. Nilai Ekonomi Total (TEV) Pemanfaatan Lingkungan Pesisir dan Laut di Kepulauan Riau.

Manfaat

Mangrove

(Rp/ha/th)

Terumbu karang

(Rp/ha/th)

Padang lamun

(Rp/ha/th)

Perkiraan

Nilai Ekonomi Total (TEV)

Langsung (DUV)

17.985.075,02

40.179.960,00

34.730.214,90

Konstan/th.

Tidak Langsung

(IUV)

29.318.940,00

239.244.305,70

31.499.575,00

Konstan/th.

Nilai Total/Juta

(Rp/ha/th)

47.304.015,02

279.424.265,70

66.229.789,90

392.958.070,60

4. Penutup

Nilai Ekonomi Total/ Total Economic Value(TEV) yang harus dibayar bangsa Indonesia , khususnya masyarakat Riau sebesar Rp. 392.958.070,6 ha/th. Data terakhir dari Pemda Riau menyebutkan bahwa kerusakan sudah mencapai 40 % dari total lingkungan pesisir dan laut yang ada, maka estimasi kerugian mencapai nilai Rp. 3.481.865.862.000,- artinya tiga trilyun lebih yang harus dibayarkan atas kerusakan lingkungan pesisir dan laut akibat penambangan pasir laut ….?

DAFTAR PUSTAKA

Bengen D. G., 2001. Sinopsis Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Lautan. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut – IPB, Bogor.

Dahuri R., dkk., 1995. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri R., 1999. Kebijaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pelatihan Untuk Pelatih – Penegelolaan Wilayah Pesisir Terpadu . SPL IPB, Bogor.

Fauzi dkk., 1999. Kerusakan Ekosisitem Padang Lamun (Sea Grass) Melalui Pendekatan Ekologi dan Ekonomi di Perairan Pesisir Lombok Timur. Makalah, Bogor.

Kusumastanto T., 2001. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut -IPB, Bogor.

Nyabakken JW., 1998. Biologi Laut. PT. Gramedia, Jakarta.

Sanim B., 1996. Teknik Valuasi Sumberdaya dan Jasa-jasa Lingkungan Wilayah Pesisir. Makalah PPLH-IPB, Bogor.

Yakin A., 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Presindo, Jakarta.

-----------, 2001. Valuasi Ekonomi dan Analisis Manfaat Biaya Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Belerang dan Bintan. PKSPL-IPB, Bogor.

-----------, 2001. Atlas Sumberdaya Pesisir dan Lautan Provinsi Riau. PKSL-IPB, Bogor.

-----------, 2001. Valuasi Ekonomi dan Analisis Benefit-Cost Pemenfaatan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Hiri, PKSPL-IPB, Bogor.

----------,1998. Kemampuan Survei dan Pemetaan Hidro-Oseanografi Dalam Mendukung Pembangunan Kelautan Nasional. Dishidros, Jakarta.


*) Penulis : Drs. Haris Djoko Nugroho,M. Si, Letkol Laut (KH) Nrp. 9150/ P, Staff Ditwilhan Strahan Dephan


0 komentar: