BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 05 September 2009

Sengketa dan Prospek Garis Batas Maritim di Blok Ambalat

SENGKETA DAN PROSPEK GARIS BATAS MARITIM RI – MALAYSIA
DI BLOK AMBALAT DI PERAIRAN LAUT SULAWESI – KALTIM
Oleh :
Drs. Haris D. Nugroho, M. Si.


I. UMUM

Permasalahan perbatasan RI-Malaysia di perairan Laut Sulawesi (perairan blok Ambalat) pernah muncul pada tahun 2005 , pada saat itu ketegangan kedua negara tidak hanya dari lokasi disekitar pembangunan suar Karang / Takat unarang dan gesekan antar kapal perang saja, tetapi juga sudah muncul reaksi masyarakat yang marah dan merasa terusik nasionalismenya dengan megobarkan kembali slogan “Ganyang Malaysia “.
Perbatasan maritim RI – Malaysia di Laut Sulawesi khususnya perairan blok Ambalat pada akhir - akhir ini muncul kembali, semakin menjadi perhatian dan pembicaraan dari berbagai kalangan baik pemerintah, elit politik, media masa dan masyarakat dan menghiasi pemberitaan baik melalui media cetak maupun media elektronik, setelah kapal – kapal perang Malaysia memasuki dan menunjukkan manuver – manuver di sekitar blok Ambalat laut Sulawesi yang merupakan wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia.

II. SEJARAH SENGKETA BLOK AMBALAT

Awal terjadinya sengketa wilayah perairan blok Ambalat dimulai dari dilaksanakannya Perundingan Batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur tanggal 9 s/d 22 September 1969, pada saat itu kedua negara membicarakan batas landas kontinen di Laut Sulawesi. Kedua delegasi sama -sama mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya, dalam perundingan tersebut disepakati bahwa sambil menunggu hasil proses penyelesaian, kedua belah pihak perlu menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan di kedua pulau itu.
Mengingat perundingan tidak ada tanda – tanda kesepakatan dan penyelesaian serta sudah mencapai titik jenuh , maka kedua Kepala Pemerintahan kemudian menunjuk wakil-wakil khusus (Mensesneg Moerdiono – Wakil PM Anwar Ibrahim) untuk menjajagi peluang penyelesaian. Setelah mengadakan 4 (empat) kali pertemuan di Jakarta dan Kuala Lumpur secara bergantian, kedua wakil merekomendasikan perlunya mencari penyelesaian melalui Mahkamah Internasional dan agar kedua pemerintah menyepakati untuk menerima dan mematuhi apapun putusan Mahkamah Internasional.
Pada tanggal 17 Desember 2002, di Den Haag Negeri Belanda, Mahkamah Internasional (International Court of Justice / ICJ) sebagai badan utama peradilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan. Dalam putusannya yang bersifat final dan mengikat pihak Indonesia dan Malaysia, Mahkamah Internasional memutuskan melalui pemungutan suara 16 banding 1, bahwa “Kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan adalah milik Malaysia”. Berubahnya status kepemilikan Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan menjadi sepenuhnya masuk kedalam kedaulatan dan milik Malaysia tersebut, akan berimplikasi kepada batas wilayah perairan Indonesia yang berada disekitarnya. Kemungkinan akan adanya perubahan tersebut serta posisi batas wilayah yang baru.
Pada tahun 1979 Malaysia menerbitkan peta laut yang digunakan melakukan klaim sepihak di perairan laut sulawesi, klaim tersebut masuk ke dalam perairan RI di sekitar perairan Pulau Sebatik, Pulau Sipadan, Pulau Ligitan hingga Laut Sulawesi (perairan blok Ambalat) . Indonesia sejak 8 Februari 1980 melakukan protes dan nota protes terus dilancarkan hingga saat ini. Selain protes dari pihak Indonesia peta Malaysia terbitan tahun 1979 tersebut, juga diprotes oleh 6 ( enam negara ) lain, yaitu : Filipina, Singapura, China, Thailand, Vietnam dan Inggris ( atas nama Brunei) namun pihak Malaysia tidak menanggapi protes tersebut.

III. PROSPEK GARIS BATAS MARITIM RI – MALAYSIA DI BLOK AMABALAT

Sampai dengan saat ini, masih banyak terjadi berbagi kesalahan penafsiran dalam memahami kasus Ambalat , karena tidak sedikit masyarakat yang mengira dan mengatakan bahwa Ambalat adalah suatu pulau atau wilayah daratan. Sesungguhnya Ambalat adalah blok dasar laut yang dikenal dengan sebagai perairan ZEE dan landas kontinen. Secara geografis wilayah perairan blok Ambalat berada di Laut Sulawesi yang kaya akan cadangan mineral, gas dan hidrokarbon . Sedangkan letak wilayah perairan blok Ambalat secara administratif berada di wilayah Provinsi Kalimanatan Timur.
Jika 2 (dua) negara yang bertetangga dan mempunyai batas di laut, maka tidak mungkin bagi keduanya bisa mengklaim semua zona maritim tanpa adanya tumpang tindih dengan tetangganya. Untuk negara seperti RI – Malaysia yang saling berhadapan batas antar negaranya maka akan terjadi tumpang tindih batas laut teritorial, ZEE dan landas kontinen. Sesuai hukum UNCLOS’82 dua negara tersebut harus menyepakati suatu garis yang membagi zona maritim yang tumpang tindih tersebut .
Penetapan Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Borneo sudah dilakukan pada tahun 1891 antara Inggris dan Belanda dengan hasil menyepakati garis yang melalui dan berhenti di ujung Timur Pulau Sebatik, pulau kecil terluar di Kabupaten Nunukan , dengan garis batas pada posisi koordinat geografis 4° 10’ LU. Seharusnya garis batas tersebut diteruskan ke arah laut sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua pihak baik, oleh RI maupun Malaysia. Saat ini kawasan yang ke arah laut yaitu perairan Ambalat belum ada garis batas maritim yang menetapkan kewenangan kedua negara.
Keputusan ICJ tahun 2002 yang memutuskan kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia memberikan proyeksi / berubahnya konfigurasi baseline Indonesia dan Malaysia . Indonesia, telah membuat dan menerbitkan TD baru Pulau Sebatik yaitu TD. 36 – A1 dan TD. 36 – A2 serta Karang Unarang TD. 36 – B sebagai revisi dan hal tersebut telah tertuang dalam PP No. 37 th. 2008 tentang garis pangkal.
Indonesia harus berargumen bahwa sesuai ketentuan Pasal 121 UNCLOS’82, pulau kecil seperti Sipadan dan Ligitan semestinya tidak diberi batas penuh (full effect) dalam penentuan klaim dan delimitasi batas maritim maksimal 12 mil laut. Namun walaupun Sipadan dan Ligitan merupakan pulau karang kecil, tetap dapat mempengaruhi klaim batas maritim Indonesia di Laut Sulawesi, dan hal inilah yang harus diwaspadai Indonesia .
Pendapat Dr. Nugroho Wisnumurti, pakar hukum laut internasional, yang juga aktif sebagai visiting senior research fellow di Institute of South East Asia Studies di Singapura. Jatuhnya pulau Sipadan dan pulau Ligitan kepada Malaysia, memang membuat garis batas kedua negara mengalami penyesuaian. Tapi, sebenarnya, seberapa jauh Malaysia bisa mengklaim wilayah barunya tersebut …..?
"Memang Malaysia akan mengklaim batas maritim lebih ke bawah lagi, karena Sipadan Ligitan dipakai sebagai ukuran. Sipadan Ligitan memang berhak memiliki hak untuk menarik garis batas perairan di laut namun, sesuai hukum laut internasional, tidak berhak menarik garis laut ZEE atau landas kontinen, karena tidak inhabited. Sekarang ada orang karena ada turis resort, tapi dasarnya dua pulau itu tidak ada sumber alam yang bisa sustain habitation. Jadi kalau pulau tidak punya kemampuan untuk manusia tinggal di sana, tidak berhak memiliki economic zone sendiri, jadi paling jauh hanya memiliki batas sejauh 12 mil dari pulau itu sendiri “

IV. PENUTUP

Demikian tulisan singkat mengenai prospek garis batas maritim RI – Malaysia di blok Ambalat perairan Sulawesi disajikan di buat , semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati masalah perbatasan di mana saja berada.

0 komentar: